Konon dulu kala seorang yang bernama Nyai Renggik yang Notabene berasal dari daerah Tebayat Klaten Jawa Tengah, mempunyai tiga orang putra yang pertama bernama Raden Dipo Lelono (Bringinan), putra kedua Raden Dipo Karyo (Jonggol) yang ketiga bernama Raden Dipo Joyo (Ngumpul) memulai membuka penebangan untuk lahan perkampungan Raden Dipo Lelono bersama ibu kesayangan yakni Nyai Reggik membuka penebangan di sekitar Pohon Klayu yang dekatnya terdapat pohon Ringin Besar dalam penebanganya dia mengarah ke utara, pada kala itu banyak dijumpai lah pohon yang besar termasuk Klayu, Ringin, Juwet, Asem dan Kedondong, tapi yang paling besar adalah pohon Beringin dan klayu.
Berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk menyelesaikan penebanganya mereka selalu pulang untuk beristirahat di bawah pohon Beringin yang besar tersebut, untuk mengingat agar batas wilayahnya selalu ingat pohon-pohon yang besar yang di jumpai dalam penebanganya dia biarkan tetap ada dan masih berdiri, misal di ujung paling utara pohon Kedondong, tengah pohon Asem, pohon Juwet dan dia memulai di pohon Klayu hingga pada saat itu juga kalau mereka memerintah kerabatnya selalu menyebut di sekitar pohon tersebut. Misalnya di utara mereka bilang di Dondong ditengah dia selalu menyebut Asem. Pohon tersebut sebagai tanda agar mudah untuk mengingatnya.
Dirasa sudah lama dia melakukan penebangan terasa sudah cukup, dengan angan-angan dengan 7 Jum/hitungan sekarang 140 hektar, Raden Dipo Lelono dan ibundanya Nyai Renggik dan para kerabat menyudahi penebanganya. Beberapa hari kemudian semua kerabat dikumpulkan oleh Raden Dipo Lelono di rumahnya ibunya Nyai Renggik di Klayu (Karena tempat istirahat Nyai Renggik di sekitar Klayu) setelah semua berkumpul dengan niatan memberi sebuah nama wilayahnya tersebut, Raden Dipo Lelono mengusulkan dengan pertimbangan pada saat penebangan dijumpai pohon-pohon yang besar dan pohon yang paling besar sekali adalah pohon Beringin. untuk itu agar daerah ini dinamakan Ngringinan, hampir semua kerabat menyetujui tapi tak lama kemudian ibunda Nyai Renggik usul setuju tapi lebih diperjelas agar penyebutannya lebih mudah yakni Bringinan. Nama wilayah sudah ada tapi belum ada yang dijadikan pemimpin semua tidak berkenan atau mau jadi pemimpin. Akhirnya Nyai Renggik dan Raden Dipo Lelono membuat sayembara/permintaan. Siapapun yang bisa menangkap burung Perkutut warna putih yang selalu berkicau/manggung di atas pohon beringin dialah yang kuat menjadi pemimpin Bringinan ini.
Beberapa hari bahkan bulan kemudian ada salah satu pemuda yang dari Mangkunegaran Solo yakni R Sulesono mencoba menangkap burung Perkutut putih yang selalu berkicau di atas pohon beringin tersebut. R Sulesono berhasil menangkap burung tersebut dan menyerahkan pada Raden Dipo Lelono/Nyai Renggik, akhirnya R Sulesono dinobatkan menjadi pemimpin/palang di Bringinan dengan luas wilayah 7 jum atau setara dengan 140 hektar.